Sabtu, 25 September 2010

Sejarah SH Terate dan Sh Tunas Muda Winongo




SH Terate adalah perguruan silat legendaris yang berperan menyebarkan pencak silat ke berbagai daerah (bahkan manca negara). Di pusatnya, Madiun, terdapat ribuan pendekar SH terate yang tersebar sampai pelosok-pelosok kampung. Bagi pemuda-pemuda di daerah Madiun, menjadi anggota SH terate adalah tradisi yang mereka laksanakan secara turun temurun. Bahkan banyak keluarga yang dari Kakek buyut sampe cicit, semua adalah anggota PS SH Terate. Hal ini membuat SH Terate sebagai organisasi, cukup disegani di kawasan Madiun karena memiliki massa yang sangat besar.

Sayang, di Madiun sering terjadi perkelahian massal antara anggota SH Terate dan anggota SH Tunas Muda (Winongo). Sebenarnya pendiri kedua perguruan silat tersebut berasal dari perguruan yang sama. Menurut hikayat, asal muasal pencak silat di Madiun adalah dari seorang pendekar bernama Suro (Mbah Suro).

Perguruan silat ini kemudian berkembang cukup pesat. Mbah Suro memiliki banyak sekali murid. Namun diantara sekian ratus muridnya, ada dua yang paling menonjol. Yang satu kemudian mendirikan perguruan silat sendiri di daerah Winongo Madiun, dan kemudian di kemudian hari menjelma menjadi SH Tunas Muda. Sementara yang satunya meneruskan perguruan silat mbah Suro dan kemudian menjelma menjadi SH Terate.

Awalnya, kedua perguruan tersebut saling berdampingan dengan damai satu sama lain. SH Winongo memiliki pengaruh di daerah madiun kota, sementara SH Terate mengakar di daerah madiun pinggir/pedesaan. Benih perpecahan dimulai ketika antara tahun 1945-1965 an, banyak pendekar SH Winongo yang berafiliasi dengan PKI. SH Terate yang menganggap ilmu SH (Setia Hati) yang diturunkan oleh mbah Suro merupakan ilmu yang berbasis ajaran Islam, merasa SH Winongo mulai keluar dari jalur tersebut.

Perselisihan semakin menjadi-jadi antara tahun 1963-1967, dimana banyak pendekar dari kedua perguruan yang terlibat bentrok fisik dalam peristiwa-peristiwa politik. Meski banyak anggotanya yang berafiliasi kiri, namun secara organisasi SH Winongo tidak terlibat dalam aktivitas kekirian tersebut. Hal inilah yang kemudian menyelamatkan perguruan silat ini dari pembubaran oleh pemerintah.

Setelah masa pembersihan anggota PKI yang berlangsung antara tahun 1967-1971 di daerah Madiun, SH Winongo sedikit demi sedikit mulai kehilangan pamornya. Puncaknya, pada era 1980-an bisa dikatakan perguruan silat ini dalam keadaan mati suri. Konon, banyak pendekar SH Terate yang berperan sebagai eksekutor para anggota PKI (termasuk beberapa pendekar SH Winongo yang terlibat PKI) di kawasan Madiun. Hal inilah yang kemungkinan memicu dendam pendekar SH Winongo yang non-PKI tapi merasa memiliki solidaritas pada kawan-kawannya yang dieksekusi tersebut.

Entah kebetulan atau tidak, seiring dengan munculnya PDI sebagai kekuatan politik yang cukup kuat pada era 1990-an, pamor SH Winongo sedikit demi sedikit mulai naik kembali. Banyak pemuda dari kawasan perkotaan Madiun yang masuk menjadi anggota SH Winongo. Madiun kota sendiri merupakan basis PDI yang cukup kuat. Sementara Madiun kabupaten merupakan basis NU dan Muhammadiyah. Banyak yang mengatakan bahwa situasi tersebut mirip dengan situasi di zaman ‘60-an, dimana PKI berkuasa di Madiun kota dan NU berkuasa di Madiun Kabupaten.

Seiring dengan perkembangan tersebut, mulai sering terjadi perkelahian antar pendekar di berbagai pelosok Madiun. Perkelahian yang juga melibatkan senjata tajam tersebut tak jarang berakhir dengan kematian salah satu pihak. Pada waktu itu, Madiun bagaikan warzone para pendekar silat (termasuk dengan senjata tajam dan senjata lainnya). Di berbagai sudut kota dan kampung terdapat grafiti yang menunjukkan identitas kelompok pendekar yang menguasai kawasan tersebut. Pendekar SH Terate menggunakan istilah SHT (Setia Hati Terate) atau TRD (Terate Raja Duel) untuk menandai basisnya. Sementara SH Winongo menggunakan istilah STK, yang kemudian diplesetkan menjadi “Sisa Tentara Komunis”, untuk menandai kawasan mereka.

Pada kurun waktu 1990-2000, STK mengalami perkembangan jumlah anggota yang sangat pesat. Desa Winongo sebagai markas besar mereka, pada awalnya masih mudah diserang oleh pendekar SHT dari wilayah tetangga. Namun karena kekuatan mereka yang semakin besar membuat Winongo menjadi untouchable area. Hampir seluruh pemuda dan lelaki di desa ini menjadi anggota STK yang militan, sehingga penyerbuan SHT ke wilayah ini menjadi semakin sulit dilakukan.

STK menggunakan taktik populis dalam merekrut anggota baru. Mereka masuk ke SMP dan SMU di kota Madiun dan menawarkan status pendekar secara instan kepada pemuda-pemuda yang mau bergabung. Sementara untuk meraih status pendekar di SHT, persyaratannya cukup berat dan memakan waktu cukup lama. Tawaran menjadi pendekar instan tersebut tentu saja mendapat sambutan yang besar dari para pemuda yang belum mengetahui esensi sebenarnya sebuah panggilan “pendekar”. Di Madiun, menjadi pendekar adalah sebuah kehormatan yang diimpi-impikan para pemuda. Predikat pendekar menjadi sangat elit karena harus dicapai dengan susah payah. Seorang Pendekar dipastikan memiliki kemampuan silat dan fisik yang prima, serta pemahaman agama yang dalam.

Akibat taktik populis yang dilakukan STK, kode etik pertarungan antar pendekar yang selama ini terjaga, sedikit demi sedikit mulai pudar. Anak-anak muda yang naif (pendekar instan) mulai menggunakan cara-cara yang kurang etis dalam berkelahi. Misalnya mereka mengeroyok lawan, menculik lawan di rumah, tawuran (lempar-lemparan batu), menyerang dari belakang, dan cara-cara yang tidak terhormat lainnya. Awalnya pendekar-pendekar SHT yang memegang teguh kode etik pertarungan pencak silat, masih berupaya sabar. Namun, akhirnya mereka kehilangan kesabaran setelah korban di pihak mereka mulai berjatuhan.

Tercatat, terjadi beberapa kali pertarungan yang memakan korban jiwa akibat tindakan yang tidak sportif. Pernah terjadi kasus dimana dua orang pendekar yang sedang berboncengan sepeda ontel, di tebas dari belakang oleh lawan bersepeda motor dengan menggunakan clurit. Kemudian ada juga kasus seorang pendekar yang sedang menggarap sawah, ditebas dari belakang oleh lawannya dengan menggunakan pacul.

Kejadian-kejadian tersebut merupakan gambaran betapa etika pertarungan sportif satu lawan satu yang selama ini dipegang erat oleh para pendekar, mulai pudar.

Cikal bakal dua perguruan silat terbesar di Madiun, SH Terate dan SH Winongo, adalah sebuah perguruan pencak silat puritan bernama SH Putih. SH Putih didirikan oleh seorang pendekar silat bernama Mbah Suro pada tahun 1903. Mbah Suro adalah seorang pengembara, dia telah melanglang buana sampai ke Tiongkok dan India untuk mempelajari berbagai ilmu bela diri.

Setelah merasa cukup ilmu, Mbah Suro pulang ke tanah kelahirannya, dan mendirikan sebuah perguruan pencak silat tanpa nama. Berdasarkan ilmu yang didapatkannya selama mengembara, ia mengembangkan jurus-jurus silat baru yang kemudian membawa pembaharuan dalam ilmu beladiri asli nusantara ini.

Antara SH Winongo dengan SH Terate menganut prosedur yang berbeda dalam penetapan seorang murid menjadi “WARGA”. Di SH Winongo, seorang murid yang baru masuk, harus segera disahkan sebagai “WARGA” agar ikatan emosional dan fisik yang bersangkutan dengan perguruan tidak terlepas lagi. Sementara di SH Terate, untuk menjadi “WARGA” seorang murid harus menjalani proses yang panjang dan sangat keras. Seorang “WARGA” dalam filosofi SH Terate haruslah pendekar yang benar-benar telah memahami esensi dari ilmu pencak silat itu sendiri, terutama kegunaannya bagi masyarakat. Sehingga, sedikit sekali dalam satu angkatan, seorang murid SH Terate akhirnya dapat mencapai level menjadi “WARGA”

Arti dan Makna Lambang PSHT

MAKNA LAMBANG PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE

  1. Segi empat panjang
- Bermakna Perisai.

2. Dasar Hitam
- Bermakna kekal dan abadi.

3. Hati putih bertepi merah
- Bermakna cinta kasih ada batasnya.

4. Merah melingkari hati putih
- Bermakna berani mengatakan yang ada dihati/kata hati

5. Sinar
- Bermakna jalannya hukum alam/hukum kelimpahan
6. Bunga Terate
- Bermakna kepribadian yang luhur

7. Bunga terate mekar, setengah mekar dan kuncup.
- Bermakna dalam bersaudara tidak membeda-bedakan latar belakang

8. Senjata silat
- Bermakna pencak silat sebagai benteng Persaudaraan.

9. Garis putih tegak lurus ditengah-tengah merah
- Bermakna berani karena benar, takut karena salah

10. Persaudaraan Setia Hati Terate
- Bermakna mengutamakan hubungan antar sesama yang tumbuh dari hati yang tulus, ikhlas, dan bersih.
- Apa yang dikatakan keluar dari hati yang tulus.
- Kepribadian yang luhur.

11. Hati putih bertepi merah terletak ditengah-tengah lambang
- Bermakna netraladalah Muhamad Masdan, yang lahir pada tahun 1876 di Surabaya putra sulung Ki Ngabei Soeromihardjo (mantri cacar di ngimbang kab: jombang Ki ngabei Soeromihardjo adalah saudara sepupu RAA Soeronegoro (bupati Kediri pada saat itu). Ki Ageng soerodiwirdjo mempunyai garis keterunan batoro katong di Ponorogo, beliau kawin dengan ibu sarijati umur 29 tahun di surabaya dari perkawinan itu dianugrahi 3 anak laki-2 dan 2 anak perempuan namun semuanya meninggal dunia sewaktu masih kecil.

Pada usia 14 tahun (th 1890) beliau lulus SR sekarang SD kemudian diambil putra oleh pamanya (wedono di wonokromo) dan tahun 1891 yaitu tepat berusia 15 tahun ikut seorang kontrolir belanda di pekerjakan sebagai juru tulis tetapi harus magang dahulu (sekarang capeg). Pada usia yang relatif masih muda Ki Ageng Soerodiwirdjo mengaji di pondok pesantren tibu ireng jombang, dan disini lah beliau belajar pencak silat pada tahun 1892 pindah ke bandung tepatnya di parahyangan di daerah ini beliau berksempatan menambah kepandaian ilmu pencak silat. Ki Ageng Soerodiwirdjo adalah seorang yang berbakat, berkemauan keras dan dapat berfikir cepat serta dapat menghimpun bermacam-macam gerak langkah permainan. Pencak silat yang di ikuti antar lain:
* Cimande
* Cikalong
* Cibaduyut
* Ciampea
* Sumedangan

Tahun 1893 beliau pindah ke jakarta, di kota betawi ini hanya satu tahun tetapi dapat mempergunakan waktunya untuk menambah pengetahuan dalam belajar pencak silat yaitu:
* Betawian
* Kwitangan
* Monyetan
* Toya

Pada tahun 1894 Ki Ageng Soerodiwirdjo pindah ke bengkulu karena pada saat itu orang yang di ikutinya (orang belanda) pindah kesana.di bengkulu permainanya sama dengan di jawa barat, enam bulan kemudian pindah ke padang. Di kedua daerah ini Ki Ageng Soerodiwirdjo juga memperdalam dan menambah pengetahuannya tentang dunia pencak silat. Permainan yang diperolehnya antara lain : minangkabau
* Permainan padang Pariaman
* Permainan padang Sidempoan
* Permainan padang Panjang
* Permainan padang Pesur / padang baru
* Permainan padang sikante
* Permainan padang alai
* Permainan padang partaikan

Permainan yang di dapat dari bukit tinggi yakni :
* Permainan Orang lawah
* Permainan lintang
* Permainan solok
* Permainan singkarak
* Permainan sipei
* Permainan paya punggung
* Permainan katak gadang
* Permainan air bangis
* Permainan tariakan

Dari daerah tersebut salah satu gurunya adalah Datuk Rajo Batuah. Beliau disamping mengajarkan ilmu kerohanian. Dimana ilmu kerohanian ini diberikan kepada murid-murid beliau di tingkat II.
Pada tahun 1898 beliau melanjutkan perantuanya ke banda aceh, di tempat ini Ki Ageng Soerodiwirdjo berguru kepada beberapa guru pencak silat, diantarnya :
* Tengku Achamd mulia Ibrahim
* Gusti kenongo mangga tengah
* Cik bedoyo

Dari sini diperoleh pelajaran – pelajaran, yakni:
* Permainan aceh pantai
* Permainan kucingan
* Permainan bengai lancam
* Permainan simpangan
* Permainan turutung

Pada tahun 1902 Ki Ageng Soerodiwirdjo kembali ke Surabaya dan bekerja sebagai anggota polisi dengan pangkat mayor polisi. Tahun 1903 di daerah tambak Gringsing untuk pertama kali Ki Ageng Soerodiwirdjo mendirikan perkumpulan mula-mula di beri nama ‘SEDULUR TUNGGAL KECER” dan permainan pencak silatnya bernama “ JOYO GENDELO” .

Pada tahun 1917 nama tersebut berubah, dan berdirilah pencak silat PERSAUDARAAN SETIA HATI, (SH) yang berpusat di madiun tujuan perkumpulan tersebut diantaranya, agar para anggota (warga) nya mempunyai rasa Persaudaraan dan kepribadian Nasional yang kuat karena pada saat itu Indonesia sedang di jajah oleh bangsa belanda. Ki Ageng Soerodiwirdjo wafat pada hari jum`at legi tanggal 10 nopember 1944 dan di makamkan di makam Winongo madiun dalam usia enam puluh delapan tahun (68).

SEJARAH BERDIRINYA PSHT

PSHT merupakan organisasi / perguruan pencaksilat yang berdiri di Madiun, tepatnya di desa Pilangbango Kota Madiun pada tahun 1922 oleh Ki Hadjar Hardjo Oetomo, murid dari Ki Ngabei Soerodiwirjo. 

  Ki Ngabei Soerodiwirdjo

pada awalnya, PSHT memiliki nama Setia Hati Pencak Sport Club, yang pada saat itu sempat dibekukan kegiatan perguruan oleh belanda karena mengandung kata "pencak", dan Ki Ngabei Soerodiwirjo ditahan oleh belanda di penjara Madiun,Cipinang, sampai ke Penjara Padang Sumatera. guna menghidupkan kegiatan perguruan dan menghindari sergapan belanda, maka kata "Pencak" dihilangkan dan diganti dengan kata "Pemuda" sehingga berubah menjadi Setia Hati Pemuda Sport Club. tepat setelah RI diduduki oleh Jepang, nama SH PSC dirubah menjadi SH Terate oleh Ki Hadjar berdasarkan hasil pandangan beliau beseta murid-muridnya dan bertahan sampai dengan saat ini.
pada masa awal, PSHT merupakan perguruan pencak silat tanpa berbentuk organisasi, tapi pada sekitar tahun 1948-an, berdasarkan rapat para petinggi dan sesepuh,telah diputuskan berubah bentuk menjadi organisasi Persaudaraan Setia Hati Terate yang memiliki AD/ART dalam menjalankan roda organisasi.

pada perkembangannya, setelah Ki Hadjar wafat, PSHT dibesarkan dengan sangat baik oleh Alm. RM. Imam Koesoepangat,dan sampai akhirnya PSHT dapat berkembang pesat sampai dengan hari ini dengan memiliki kompleks padepokan pusat yang berlokasi di wilayah Nambangan Kidul Madiun dengan Mas Tarmadji B. Harsono selaku Ketua Umum Pusat PSHT sekarang. seiring dengan berjalannya waktu, PSHT tidak hanya berkutat pada bidang pencaksilat saja, tapi juga melebarkan sayap di bidang-bidang lain yang bertujuan untuk kepentingan masyarakat luas, a.l : pendidikan (dengan mendirikan SMP & SMIP Kussuma Terate), ekonomi (Koperasi Terate Manunggal) dan dalam tempo yang akan datang segera dibangun sarana kesehatan untuk masyarakat umum di wilayah padepokan PSHT pusat. selain itu, dalam bidang prestasi, 
PSHT tidak pernah absen dalam menghasilkan atlit2 guna mendulang medali, baik dalam tingkat nasional/internasional.

TENTANG PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE

Gerak Langkah Pendekar Pilangbangau - Sebuah catatan Sejarah Persaudaraan Setia Hati Terate
Ki Hadjar Hardjo Oetomo

Manusia dapat dihancurkan
Manusia dapat dimatikan
akan tetapi manusia tidak dapat dikalahkan
selama manusia itu setia pada hatinya
atau ber-SH pada dirinya sendiri

Falsafah Persaudaraan Setia Hati Terate itu ternyata sampai sekarang tetap bergaung dan berhasil melambungkan PSHT sebagai sebuah organisasi yang berpangkal pada "persaudaraan" yang kekal dan abadi.

Adalah Ki Hadjar Hardjo Oetomo, lelaki kelahiran Madiun pada tahun 1890. Karena ketekunannya mengabdi pada gurunya, yakni Ki Ngabehi Soerodiwiryo, terakhir ia pun mendapatkan kasih berlebih dan berhasil menguasai hampir seluruh ilmu sang guru hingga ia berhak menyandang predikat pendekar tingkat III dalam tataran ilmu Setia Hati (SH). Itu terjadi di desa Winongo saat bangsa Belanda mencengkeramkan kuku jajahannya di Indonesia.

Sebagai seorang pendekar, Ki Hadjar Hardjo Oetomo pun berkeinginan luhur untuk mendarmakan ilmu yang dimilikinya kepada orang lain. Untuk kebaikan sesama. Untuk keselamatan sesama. Untuk keselamatan dunia. Tapi jalan yang dirintis ternyata tidak semulus harapannya. Jalan itu berkelok penuh dengan aral rintangan. Terlebih saat itu jaman penjajahan. Ya, sampai Ki Hadjar sendiri terpaksa harus magang menjadi guru pada sekolah dasar di benteng Madiun, sesuai beliau menamatkan bangku sekolahnya. Tidak betah menjadi guru, Ki Hadjar beralih profesi sebagai Leerling Reambate di SS (PJKA/Kereta Api Indonesia saat ini - red) Bondowoso, Panarukan, dan Tapen.
Memasuki tahun 1906 terdorong oleh semangat pemberontakannya terhadap Negara Belanda - karena atasan beliau saat itu banyak yang asli Belanda -, Ki Hadjar keluar lagi dan melamar jadi mantri di pasar Spoor Madiun. Empat bulan berikutnya ia ditempatkan di Mlilir dan berhasil diangkat menjadi Ajund Opsioner pasar Mlilir, Dolopo, Uteran dan Pagotan.

Tapi lagi-lagi Ki Hadjar didera oleh semangat berontakannya. Menginjak tahun 1916 ia beralih profesi lagi dan bekerja di Pabrik gula Rejo Agung Madiun. Disinipun Ki Hadjar hanya betah untuk sementara waktu. Tahun 1917 ia keluar lagi dan bekerja di rumah gadai, hingga beliau bertemu dengan seorang tetua dari Tuban yang kemudian memberi pekerjaan kepadanya di stasion Madiun sebagai pekerja harian.

Dalam catatan acak yang berhasil dihimpun, di tempat barunya ini Ki Hadjar berhasil mendirikan perkumpulan "Harta Jaya" semacam perkumpulan koperasi guna melindungi kaumnya dari tindasan lintah darat. Tidak lama kemudian ketika VSTP (Persatuan Pegawai Kereta Api) lahir, nasib membawanya ke arah keberuntungan dan beliau diangkat menjadi Hoof Komisaris Madiun.

Senada dengan kedudukan yang disandangnya, kehidupannya pun bertambah membaik. Waktunya tidak sesempit seperti dulu-dulu lagi, saat beliau belum mendapatkan kehidupan yang lebih layak. Dalam kesenggangan waktu yang dimiliki, Ki Hadjar berusaha menambah ilmunya dan nyantrik pada Ki Ngabehi Soerodiwiryo.

Data yang cukup bisa dipertanggungjawabkan menyebutkan dalam tahun-tahun inilah Setia Hati (SH) mulai disebut-sebut untuk mengganti nama dari sebuah perkumpulan silat yang semula bernama "Djojo Gendilo Cipto Mulyo".

MASUK SARIKAT ISLAM

Memasuki tahun 1922, jiwa pemberontakan Ki Hadjar membara lagi dan beliau bergabung dengan Sarikat Islam (SI), untuk bersama-sama mengusir negara penjajah, malah beliau sendiri sempat ditunjuk sebagai pengurus. Sedangkan di waktu senggang, ia tetap mendarmakan ilmunya dan berhasil mendirikan perguruan silat yang diberi nama SH Pencak Spor Club. Tepatnya di desa Pilangbangau - Kodya Madiun Jawa Timur, kendati tidak berjalan lama karena tercium Belanda dan dibubarkan.

Namun demikian semangat Ki Hadjar bukannya nglokro (melemah), tapi malah semakin berkobar-kobar. Kebenciannya kepada negara penjajah kian hari kian bertambah. Tipu muslihatpun dijalankan. Untuk mengelabuhi Belanda, SH Pencak Sport Club yang dibubarkan Belanda, diam-diam dirintis kembali dengan siasat menghilangkan kata "Pencak" hingga tinggal "SH Sport Club". Rupanya nasib baik berpihak kepada Ki Hadjar. Muslihat yang dijalankan berhasil, terbukti Belanda membiarkan kegiatannya itu berjalan sampai beliau berhasil melahirkan murid pertamanya yakni, Idris dari Dandang Jati Loceret Nganjuk, lalu Mujini, Jayapana dan masih banyak lagi yang tersebar sampai Kertosono, Jombang, Ngantang, Lamongan, Solo dan Yogyakarta.

DI TANGKAP BELANDA

Demikianlah, hingga bertambah hari, bulan dan tahun, murid-murid Ki Hadjar pun kian bertambah. Kesempatan ini digunakan oleh Ki Hadjar guna memperkokoh perlawanannya dalam menentang penjajah Belanda. Sayang, pada tahun 1925 Belanda mencium jejaknya dan Ki Hadjar Hardjo Oetomo ditangkap lalu dimasukkan dalam penjara Madiun.

Pupuskah semangat beliau ? Ternyata tidak. Bahkan semakin menggelegak. Dengan diam-diam beliau berusaha membujuk rekan senasib yang ditahan di penjara untuk mengadakan pemberontakan lagi. Sayangnya sebelum berhasil, lagi-lagi Belanda mencium gelagatnya. Untuk tindakan pengamanan, Ki Hadjar pun dipindah ke penjara Cipinang dan seterusnya dipindah di penjara Padang Panjang Sumatera. Ki Hadjar baru bisa menghirup udara kebebasan setelah lima tahun mendekam di penjara dan kembali lagi ke kampung halamannya, yakni Pilangbangau, Madiun.

Selang beberapa bulan, setelah beliau menghirup udara kebebasan dan kembali ke kampung halaman, kegiatan yang sempat macet, mulai digalakan lagi. Dengan tertatih beliau terus memacu semangat dan mengembangkan sayapnya. Memasuki tahun 1942 bertepatan dengan datangnya Jepang ke Indonesia SH Pemuda Sport Club diganti nama menjadi "SH Terate". Konon nama ini diambil setelah Ki Hadjar mempertimbangkan inisiatif dari salah seorang muridnya Soeratno Soerengpati. Beliau merupakan salah seorang tokoh Indonesia Muda.

Selang enam tahun kemudian yaitu tahun 1948 SH Terate mulai berkembang merambah ke segenap penjuru. Ajaran SH Terate pun mulai dikenal oleh masyarakat luas. Dan jaman kesengsaraanpun sudah berganti. Proklamasi kemerdekaan RI yang dikumandangkan oleh Soekarno-Hatta dalam tempo singkat telah membawa perubahan besar dalam segala aspek kehidupan. Termasuk juga didalamnya, kebebasan untuk bertindak dan berpendapat. Atas prakarsa Soetomo Mangku Negoro, Darsono, serta saudara seperguruan lainnya diadakan konferensi di Pilangbangau (di rumah Alm Ki Hadjar Hardjo Oetomo). Dari konferensi itu lahirlah ide-ide yang cukup bagus, yakni SH Terate yang semenjak berdirinya berstatus "Perguruan Pencak Silat" dirubah menjadi organisasi "Persaudaraan Setia Hati Terate". Selanjutnya Soetomo Mangkudjajo diangkat menjadi ketuanya dan Darsono menjadi wakil ketua.

Tahun 1950, karena Soetomo Mangkudjojo pindah ke Surabaya, maka ketuanya diambil alih oleh Irsad. Pada tahun ini pula Ki Hadjar Hardjo Oetomo adalah seorang tokoh pendiri PSHT, mendapatkan pengakuan dari pemerintah Pusat dan ditetapkan sebagai "Pahlawan Perintis Kemerdekaan" atas jasa-jasa beliau dalam perjuangan menentang penjajah Belanda.

Jiwa patriotisme yang tinggi ditunjukkan oleh Ki Hadjar Hardjo Oetomo, salah seorang Saudara Tertua Setia Hati, dengan bantuan teman-temannya dari Pilang Bango, Madiun dengan berani menghadang kereta api yang lewat membawa tentara Belanda atau mengangkut perbekalan militer. Penghadangan, pelemparan, dan perusakkan yang terjadi berulang-ulang sampai akhirnya ia ditangkap PID Belanda dan mendapat hukuman kurungan di penjara Cipinang dan dipindahkan ke Padang, Sumatera Barat. Setelah dibebaskan, Ki Hadjar Hardjo Oetomo yang telah mendirikan Setia Hati Pencak Sport Club yang kemudian mengaktifkan kembali perguruannya sampai akhirnya berkembang dengan nama Persaudaraan Setia Hati Terate.

Persaudaraan Setia Hati Terate dalam perkembangannya dibesarkan oleh RM Imam Koesoepangat murid dari Mohammad Irsyad kadhang (saudara) Setia Hati Pencak Sport Club (SH PSC) yang merupakan murid dari Ki Hadjar Hardjo Oetomo.

Sebelum menjadi kadhang SH dan mendirikan SH PSC, Ki Hadjar Hardjo Oetomo magang sebagai guru di SD Banteng Madiun. Tidak betah menjadi guru, bekerja di Leerling Reambate di SS (PJKA) Bondowoso, Panarukan dan Tapen. Tahun 1906 keluar dari PJKA dan bekerja menjadi Mantri Pasar Spoor Madiun di Mlilir dengan jabatan terakhir sebagai Ajudan Opsioner Pasar Mlilir, Dolopo, Uberan dan Pagotan (wilayah selatan Madiun). Pada tahun 1916 bekerja di pabrik gula Redjo Agung Madiun. Tahun 1917 masuk menjadi saudara SH dan dikecer langsung oleh Ki Ngabei Soerodiwirjo, pendiri Persaudaran Setia Hati. Pada tahun ini bekerja di stasiun kereta api Madiun hingga menjabat Hoof Komisaris. Tahun 1922 bergabung dengan Sarekat Islam dan mendirikan Setia Hati Pencak Sport Club di Desa Pilangbango, Madiun, yang kemudian berkembang sampai ke daerah Nganjuk, Kertosono, Jombang, Ngantang, Lamongan, Solo, dan Yogyakarta.

Tahun 1925, ditangkap oleh Pemerintah Belanda dan dipenjara di Cipinang, kemudian dipindahkan ke Padang, Sumatra Barat selama 15 tahun. SH PSC dibubarkan Belanda karena terdapat nama "pencak". Setelah pulang dari masa tahanan mengaktifkan kembali SH PSC dan untuk menyesuaikan keadaan, kata "pencak" pada SH PSC menjadi "pemuda". Kata "pemuda" semata-mata hanya untuk mengelabui Belanda agar tidak dibubarkan. Bertahan sampai tahun 1942 bersamaan dengan datangnya Jepang ke Indonesia.

Tahun 1942, atas usul saudara SH PSC Soeratno Soerengpati tokoh pergerakan Indonesia Muda, nama SH Pemuda Sport Club diubah menjadi Setia Hati Terate. Pada waktu itu SH Terate bersifat perguruan tanpa organisasi.
RM. Soetomo Mangkoedjojo 

Tahun 1948, atas prakarsa Soetomo Mengkoedjojo, 
Darsono,dan lain-lain mengadakan konferensi
di rumah Ki Hadjar Hardjo Oetomo di desa Pilangbango,
Madiun. Hasil konferensi menetapkan 
Setia Hati Terate yang dulunya bersifat 
perguruan diubah menjadi organisasi 
Persaudaraan Setia Hati Terate 
dengan diketuai oleh Oetomo Mangkoewidjojo
dengan wakilnya Darsono. 






Kemudian secara berturut-turut:

· Tahun 1950, Ketua Pusat oleh Mohammad Irsyad.
· Tahun 1974, Ketua Pusat oleh RM Imam Koesoepangat.
· Tahun 1977-1984, Ketua Dewan Pusat oleh RM Imam Koesoepangat dan Ketua Umum Pusat oleh Badini.
· Tahun 1985, Ketua Dewan Pusat oleh RM Imam Koesoepangat dan Ketua Umum Pusat oleh 
  Tarmadji Boedi Harsono.
· Tahun 1988, Ketua Dewan Pusat RM Imam Koesoepangat meninggal dunia dan PSHT dipimpin oleh Ketua
  Umum Tarmadji Boedi Hardjono sampai sekarang.
RM. Imam Koesoepangat
H. Tarmadji Boedi Harsono, SE

Untuk menjadi saudara pada Persaudaraan Setia Hati "Terate" ini, sebelumnya seseorang itu terlebih dahulu harus mengikuti pencak silat dasar yang dimulai dari sabuk hitam, merah muda, hijau dan putih kecil. Pada tahap ini seseorang tersebut disebut sebagai siswa atau calon saudara.

Selama dalam proses latihan pencak silat, seorang pelatih/warga (saudara SH) juga memberikan pelajaran dasar ke-SH-an secara umum kepada para siswa.

Setelah menamatkan pencak silat dasar tersebut, seseorang yang dianggap sebagai warga atau saudara SH adalah apabila ia telah melakukan pengesahan yang dikecer oleh Dewan Pengesahan. Dewan pengesahan ini termasuk saudara SH yang "terbaik dari yang terbaik" yang dipilih melalui musyawarah saudara-saudara SH. Proses kecer tersebut berlangsung pada bulan Syura. Adapun sarat yang harus disediakan dalam pengeceran antara lain: Ayam jago, mori, pisang, sirih, dan lain sebagainya sarat-sarat yang telah ditentukan.

Dalam proses pengeceran ini, kandidat diberi pengisian dan gemblengan jasmani dan rohani dan ilmu ke-SH-an serta petuah-petuah, petunjuk-petunjuk secara mendalam dan luas. Saudara SH yang baru disahkan tersebut, dalam tingkatan ilmu disebut sebagai saudara tingkat I (erste trap). Pada Persaudaraan Setia Hati Terate juga dibagi dalam tiga jenis tingkatan saudara yaitu saudara SH Tingkat I (ester trap), Tingkat II (twede trap), tingkat III (derde trap).

Pada Persaudaraan Setia Hati Terate diajarkan 36 jurus pencak silat yang merupakan warisan dari Ki Ngabei Soerodiwirjo di erste trap serta pelajaran ilmu ke-SH-an yang dapat diperoleh pada tingkatan twede trap dan derde trap. Jurus-jurus tersebut merupakan ramuan dari beberapa aliran pencak silat yang berada di nusantara, di antaranya dari Jawa Barat, Betawi (Jakarta), dan Minangkabau.

Khadang SH Terate tersebar di seluruh wilayah Indonesia dan di beberapa negara seperti Belanda, Perancis, Belgia, Jerman, Amerika Serikat, Australia, Malaysia, Singapura, Vietnam, Brunei Darussalam. Secara administratif mulai dirintis pencatatan jumlah saudara pada tahun 1986. Sehingga jumlah saudara mulai tahun 1986 - 1999 sebanyak 108.267








 
WONG IRENGAN 1922 © Copyright 2010 | By Free For Blogger |